Padang, - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat, saat ini masih terus melakukan penyelidikan terhadap daerah yang diduga menjadi tempat beroperasinya para pemasok hewan dilindungi, trenggiling (Manis javanica) di Provinsi Sumbar.
Kasat Polhut BKSDA Sumbar Nurjono menyatakan, saat ini tim BKSDA masih terus menyelidiki beberapa titik di kabupaten dan kota yang ada di Sumbar, yang diduga tempat pemasokan trenggiling sebelum di selundupkan ke provinsi lain di luar Sumbar.
"Kita saat ini masih terus menyelidiki siapa penampuang trenggiling yang biasanya di bawa dari Kabupate Kepulauan Mentawai, dan masuk melalui Kota Padang," kata Nurjono, di Padang, Jum'at.
Ia menambahkan, hingga saat ini BKSDA Sudah mengantongi beberapa kabupaten dan kota yang merupakan daerah penampung di Sumbar, setelah hewan dilindungi tersebut dibawa dari Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Kabupaten dan kota yang hingga saat ini terus dipantau oleh BKSDA Sumbar, sebagai tempat penampungan trenggiling tersebut adalah Kota Payakumbuh, Kota Solok, Kabupaten Tanah Datar, serta Kabupaten Tanah Datar.
Sedangkan Kota Padang, yang menjadi jalur masuk penyelundupan trenggiling dari Kabupaten Kepulauan Mentawai, menurut BKSDA Sumbar tidak ada indikasi sebagai tempat penampungan, sebelum hewan tersebut dilemapar ke provinsi lain di luar Sumbar.
Empat daerah tersebut menjadi pantaun dari tim BKSDA Sumbar, dikarenakan kawasan tersebut merupakan perbatasan yang cukup rawan untuk penyelundupan, ke provinsi tetangga, serta juga di daerah tersebut pernah disita trenggiling dari tangan para pemasok.
Salah satu contonya adalah di Kota Payakumbu, dimana di kota tersebut BKSDA pernah menyita 26 ekor trenggiling dari tangan pemasok, dan kasusnya sudah disidangkan di pengadilan beberapa tahun yang lalu.
"Hingga saat ini beberapa daerah di Sumbar ini memang masih dalam penyelidikan kita, diama ada indikasi sebagai tempat penampungan trenggiling," jelas Nurjono.
Nurjono menambahkan, BKSDA akan terus mencari siapa pemasuk hewan dilindungi tersebut, dan diduga pemasoknya memang berada di empat daerah tersebut, sebab itu penyelidikan terus dilakukan.
Jika tertangkap setiap penampung atau penadah hewan dilindungi tersebut dapat diancam dengan UU nomor 05 tahun 1999, pasal 40 tentang konservasi hewan dan satwa yang dilindungi, dimana dalam UU tersebut yang memiliki izin untuk memelihara satwa dan hewan dilindungi hanya balai konservasi.
Ancaman hukuman bagi penadah, memelihara, atau memperjual belikan hewan dan satwa dilindungi tersebut, dapat dikenai krungan penjara maksimal lima tahun, atau denda Rp100 juta.
Hingga saat ini tercatat BKSDA Sumbar telah mengamankan 53 ekor trenggiling sejak tahun 2008, dari penyelundupan, dan kemudian hewan dilindungi tersebut dilepaskan di Taman Raya Bung Hatta, yang merupakan tempat konservasi hewan dilindungi ini.
Kasat Polhut BKSDA Sumbar Nurjono menyatakan, saat ini tim BKSDA masih terus menyelidiki beberapa titik di kabupaten dan kota yang ada di Sumbar, yang diduga tempat pemasokan trenggiling sebelum di selundupkan ke provinsi lain di luar Sumbar.
"Kita saat ini masih terus menyelidiki siapa penampuang trenggiling yang biasanya di bawa dari Kabupate Kepulauan Mentawai, dan masuk melalui Kota Padang," kata Nurjono, di Padang, Jum'at.
Ia menambahkan, hingga saat ini BKSDA Sudah mengantongi beberapa kabupaten dan kota yang merupakan daerah penampung di Sumbar, setelah hewan dilindungi tersebut dibawa dari Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Kabupaten dan kota yang hingga saat ini terus dipantau oleh BKSDA Sumbar, sebagai tempat penampungan trenggiling tersebut adalah Kota Payakumbuh, Kota Solok, Kabupaten Tanah Datar, serta Kabupaten Tanah Datar.
Sedangkan Kota Padang, yang menjadi jalur masuk penyelundupan trenggiling dari Kabupaten Kepulauan Mentawai, menurut BKSDA Sumbar tidak ada indikasi sebagai tempat penampungan, sebelum hewan tersebut dilemapar ke provinsi lain di luar Sumbar.
Empat daerah tersebut menjadi pantaun dari tim BKSDA Sumbar, dikarenakan kawasan tersebut merupakan perbatasan yang cukup rawan untuk penyelundupan, ke provinsi tetangga, serta juga di daerah tersebut pernah disita trenggiling dari tangan para pemasok.
Salah satu contonya adalah di Kota Payakumbu, dimana di kota tersebut BKSDA pernah menyita 26 ekor trenggiling dari tangan pemasok, dan kasusnya sudah disidangkan di pengadilan beberapa tahun yang lalu.
"Hingga saat ini beberapa daerah di Sumbar ini memang masih dalam penyelidikan kita, diama ada indikasi sebagai tempat penampungan trenggiling," jelas Nurjono.
Nurjono menambahkan, BKSDA akan terus mencari siapa pemasuk hewan dilindungi tersebut, dan diduga pemasoknya memang berada di empat daerah tersebut, sebab itu penyelidikan terus dilakukan.
Jika tertangkap setiap penampung atau penadah hewan dilindungi tersebut dapat diancam dengan UU nomor 05 tahun 1999, pasal 40 tentang konservasi hewan dan satwa yang dilindungi, dimana dalam UU tersebut yang memiliki izin untuk memelihara satwa dan hewan dilindungi hanya balai konservasi.
Ancaman hukuman bagi penadah, memelihara, atau memperjual belikan hewan dan satwa dilindungi tersebut, dapat dikenai krungan penjara maksimal lima tahun, atau denda Rp100 juta.
Hingga saat ini tercatat BKSDA Sumbar telah mengamankan 53 ekor trenggiling sejak tahun 2008, dari penyelundupan, dan kemudian hewan dilindungi tersebut dilepaskan di Taman Raya Bung Hatta, yang merupakan tempat konservasi hewan dilindungi ini.
Komentar
Posting Komentar